Dyslexia merupakan gangguan yang umum terjadi pada anak-anak usia sekolah dengan prevalensi 5-10% diantara anak-anak usia sekolah. Artinya, 5-10% anak-anak usia sekolah mengalami masalah terkait dengan membaca, menulis, mengeja, atau soal-soal hitungan. Pada orang dewasa prevalensinya lebih sedikit dan diperkirakan sekitar 4% (DSM V, 2013)
Seorang ibu datang
mengeluhkan anaknya yang duduk di bangku kelas 5 SD selalu mendapatkan
peringkat terbawah di sekolah, khususnya dalam pelajaran Bahasa Indonesia dan
Matematika. Sebenarnya hal ini telah terjadi semenjak kelas 1 SD, namun hal ini
tidak begitu menjadi masalah sebab orangtua menganggap anaknya masih dalam
proses belajar. Seiring berjalannya waktu ternyata masalah kesulitan membaca
dan menulis si anak tidak terselesaikan dengan baik. Berbagai metode
pembelajaran telah digunakan, pembelajaran ekstra sepulang sekolah pun telah
diikuti, namun anak masih saja mengalami kesulitan dalam membaca, tidak mampu
membedakan huruf ‘p’ dan ‘b’, selalu salah dalam membaca kata ‘makan’ dan
‘malam’, atau terkadang kata ‘makan’ hanya dibaca ‘maan’.
Ilustrasi di atas
memberikan gambaran salah satu masalah belajar yang kerap terjadi pada
anak-anak di sekolah, khususnya mereka yang duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
Kesulitan belajar tersebut terbagi menjadi beberapa macam, dua diantaranya
adalah Dyslexia dan Dyscalculia. Bagi anak yang mengalami kesulitan khusus
terkait masalah
membaca, pengejaan, atau menulis hal ini dikenal sebagai Dyslexia,
sedangkan bagi mereka yang mengalami kesulitan dengan pelajaran matematika
seperti penjumlahan atau pengurangan, menghitung mundur, dan beberapa masalah
terkait dengan soal hitungan dikenal sebagai Dyscalculia.
Dyslexia merupakan gangguan
yang umum terjadi pada anak-anak usia sekolah dengan prevalensi 5-10% diantara
anak-anak usia sekolah. Artinya, 5-10% anak-anak usia sekolah mengalami masalah
terkait dengan membaca, menulis, mengeja, atau soal-soal hitungan. Pada orang
dewasa prevalensinya lebih sedikit dan diperkirakan sekitar 4% (DSM V, 2013). Onset atau usia kemunculan ganggun ini
umumnya terjadi pada usia sekolah dasar, namun tanda-tandanya sudah dapat
diidentifikasi sejak anak masuk tahap pra sekolah misalnya saat di taman
kanak-kanak atau kelompok bermain. Beberapa tanda tersebut misalnya, adanya
keterlambatan anak dalam bersajak atau menghitung, juga kemampuan motorik halus
pada saat menulis atau memegang pensil. Manifestasinya dapat muncul dalam
bentuk perilaku misalnya keengganan dalam belajar, perilaku menentang saat anak
diminta belajar atau selalu malas ketika diminta membaca. Gangguan belajar ini
biasanya dapat berlangsung lama atau saat anak telah
menginjak usia dewasa, bahkan sepanjang hidup, akan tetapi
tingkat keparahannya tergantung dari bagaimana faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap proses belajar anak, dan sistem dukungan atau terapi yang bisa didapatkan
oleh anak dalam masa ini.
Beberapa contoh simtom
yang mungkin dapat diamati selama masa pra sekolah adalah kurangnya
ketertarikan anak terhadap permainan yang terkait dengan bahasa, misalnya
mengulang suara atau kata-kata tertentu, serta bersenandung sajak
anak-anak. Anak pada usia pra sekolah yang mengalami gangguan belajar biasanya
menggunakan suara bayi untuk berkomunikasi, memiliki masalah dalam pengucapan
kata-kata tertentu, atau memiliki masalah dalam mengingat huruf, nomor, atau
hari-hari dalam satu minggu. Mereka mungkin memiliki masalah untuk mengingat
huruf-huruf apa saja yang tersusun untuk membentuk nama mereka atau bermasalah
dalam menghitung.
Anak usia TK dengan
gangguan belajar, biasanya tidak mampu untuk mengenali
dan menulis huruf, tidak mampu menulis nama mereka sendiri, atau menggunakan
metode yang mereka temukan sendiri untuk mengeja kata. Mereka mungkin memiliki
masalah untuk memenggal kata menjadi suku kata (misalnya : ‘ma’ – ‘kan’ – ‘an’ untuk kata ‘makanan’) atau mengalami kesulitan
untuk membedakan beberapa kata yang memiliki sajak sama (malam, makan, masam). Anak usia TK mungkin juga mengalami kesulitan
untuk mensinkronkan antara huruf yang ia baca dengan suara mereka, atau
mengingat urutan serangkaian kata (misalnya : anjing, orang, mobil).
Gangguan belajar yang
terjadi pada usia Sekolah Dasar (SD) biasanya ditandai dengan kesulitan belajar
pelafalan atau pengucapan huruf, kelancaran dalam mengenali bentuk huruf, pengejaan,
atau hitungan matematika, kemampuan membaca yang lambat, kurang tepat dalam
membaca dan membutuhkan usaha yang sangat keras untuk membaca, serta berjuang
keras untuk memahami angka-angka yang diucapkan atau mengerjakan soal cerita.
Anak-anak yang duduk di kelas 1-3 mungkin akan terus mendapatkan masalah untuk
mengenali dan memanipulasi fonem, kesulitan untuk membaca suku kata yang umum
diucapkan. Selain itu, mereka mungkin juga mengalami kesalahan dalam membaca
karena gagal dalam mengucapkan beberapa huruf dengan tepat. Bahkan anak-anak
yang duduk di kelas 1-3 juga mungkin mengalami kesulitan dalam mengingat
angka-angka atau prosedur aritmatika seperti penjumlahan, pengurangan, dan
mengeluhkan bahwa matematika dan membaca adalah pelajaran yang sangat sulit
serta cenderung menghindarinya.
Anak-anak dengan gangguan
belajar pada tingkat menengah (kelas 4-6 SD) mungkin mengalami kesulitan dalam
mengucapkan kata atau melewatkan kata-kata yang panjang atau kata-kata dengan
suku kata yang panjang (‘melekan’ untuk
kata ‘melewatkan’) dan mengalami
kebingungan untuk kata-kata yang memiliki bunyi yang hampir sama (misalnya : tas dan vas, macan dan makan).
Mereka mungkin memiliki masalah untuk mengingat tanggal, nama, nomer telephone,
atau mungkin sering kali terlambat dalam mengerjakan tugas-tugas di sekolah.
Anak-anak pada tingkat ini juga memiliki kelemahan dalam memahami kalimat
secara utuh, berusaha sangat keras, namun kurang tepat dalam membaca. Mereka
sangat lemah dalam mengeja kata dan menulis. Mereka mungkin menemukan huruf
pertama dari sebuah kata, lalu dengan acak menebak kata apa yang ia baca
(misalnya ‘mumu’ dibaca ‘mulut’, ‘botak’ dibaca ‘botol’),
mereka juga mengalami ketakutan untuk membaca dengan suara keras atau mungkin
menghindari jika diminta membaca dengan suara keras.
Memperhatikan dengan
seksama proses belajar anak akan membuat orangtua memahami setiap kesulitan
belajar yang dihadapi anak, sehingga kesulitan belajar anak dapat segera
diatasi sejak dini untuk dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka.
Pusat Tumbuh Kembang ABDI dengan senang hati akan siap membantu masalah
orangtua dan anak, khususnya terkait dengan kesulitan konsentrasi, gangguan
belajar dan optimalisasi potensi akademik anak.
Referensi : American
Psychiatric Association. 2013. DSM V (Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders Fifth Edition). Washington DC : American Psychiatric Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar