Rabu, 15 April 2015

Mengapa Anakku Selalu Mendapat Nilai Buruk di Sekolah?



Dyslexia merupakan gangguan yang umum terjadi pada anak-anak usia sekolah dengan prevalensi 5-10% diantara anak-anak usia sekolah. Artinya, 5-10% anak-anak usia sekolah mengalami masalah terkait dengan membaca, menulis, mengeja, atau soal-soal hitungan. Pada orang dewasa prevalensinya lebih sedikit dan diperkirakan sekitar 4% (DSM V,  2013)

Seorang ibu datang mengeluhkan anaknya yang duduk di bangku kelas 5 SD selalu mendapatkan peringkat terbawah di sekolah, khususnya dalam pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika. Sebenarnya hal ini telah terjadi semenjak kelas 1 SD, namun hal ini tidak begitu menjadi masalah sebab orangtua menganggap anaknya masih dalam proses belajar. Seiring berjalannya waktu ternyata masalah kesulitan membaca dan menulis si anak tidak terselesaikan dengan baik. Berbagai metode pembelajaran telah digunakan, pembelajaran ekstra sepulang sekolah pun telah diikuti, namun anak masih saja mengalami kesulitan dalam membaca, tidak mampu membedakan huruf ‘p’ dan ‘b’, selalu salah dalam membaca kata ‘makan’ dan ‘malam’, atau terkadang kata ‘makan’ hanya dibaca ‘maan’.
Ilustrasi di atas memberikan gambaran salah satu masalah belajar yang kerap terjadi pada anak-anak di sekolah, khususnya mereka yang duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Kesulitan belajar tersebut terbagi menjadi beberapa macam, dua diantaranya adalah Dyslexia dan Dyscalculia. Bagi anak yang mengalami kesulitan khusus terkait masalah membaca, pengejaan, atau menulis hal ini dikenal sebagai Dyslexia, sedangkan bagi mereka yang mengalami kesulitan dengan pelajaran matematika seperti penjumlahan atau pengurangan, menghitung mundur, dan beberapa masalah terkait dengan soal hitungan dikenal sebagai Dyscalculia.
Dyslexia merupakan gangguan yang umum terjadi pada anak-anak usia sekolah dengan prevalensi 5-10% diantara anak-anak usia sekolah. Artinya, 5-10% anak-anak usia sekolah mengalami masalah terkait dengan membaca, menulis, mengeja, atau soal-soal hitungan. Pada orang dewasa prevalensinya lebih sedikit dan diperkirakan sekitar 4% (DSM V,  2013). Onset atau usia kemunculan ganggun ini umumnya terjadi pada usia sekolah dasar, namun tanda-tandanya sudah dapat diidentifikasi sejak anak masuk tahap pra sekolah misalnya saat di taman kanak-kanak atau kelompok bermain. Beberapa tanda  tersebut misalnya, adanya keterlambatan anak dalam bersajak atau menghitung, juga kemampuan motorik halus pada saat menulis atau memegang pensil. Manifestasinya dapat muncul dalam bentuk perilaku misalnya keengganan dalam belajar, perilaku menentang saat anak diminta belajar atau selalu malas ketika diminta membaca. Gangguan belajar ini biasanya dapat berlangsung lama atau saat anak telah menginjak usia dewasa, bahkan sepanjang hidup, akan tetapi tingkat keparahannya tergantung dari bagaimana faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses belajar anak, dan sistem dukungan atau terapi yang bisa didapatkan oleh anak dalam masa ini.
Beberapa contoh simtom yang mungkin dapat diamati selama masa pra sekolah adalah kurangnya ketertarikan anak terhadap permainan yang terkait dengan bahasa, misalnya mengulang suara atau kata-kata tertentu, serta bersenandung sajak anak-anak. Anak pada usia pra sekolah yang mengalami gangguan belajar biasanya menggunakan suara bayi untuk berkomunikasi, memiliki masalah dalam pengucapan kata-kata tertentu, atau memiliki masalah dalam mengingat huruf, nomor, atau hari-hari dalam satu minggu. Mereka mungkin memiliki masalah untuk mengingat huruf-huruf apa saja yang tersusun untuk membentuk nama mereka atau bermasalah dalam menghitung. 
Anak usia TK dengan gangguan belajar, biasanya tidak mampu untuk mengenali dan menulis huruf, tidak mampu menulis nama mereka sendiri, atau menggunakan metode yang mereka temukan sendiri untuk mengeja kata. Mereka mungkin memiliki masalah untuk memenggal kata menjadi suku kata (misalnya : ‘ma’ – ‘kan’ – ‘an’ untuk kata ‘makanan’) atau mengalami kesulitan untuk membedakan beberapa kata yang memiliki sajak sama (malam, makan, masam). Anak usia TK mungkin juga mengalami kesulitan untuk mensinkronkan antara huruf yang ia baca dengan suara mereka, atau mengingat urutan serangkaian kata (misalnya : anjing, orang, mobil).
Gangguan belajar yang terjadi pada usia Sekolah Dasar (SD) biasanya ditandai dengan kesulitan belajar pelafalan atau pengucapan huruf, kelancaran dalam mengenali bentuk huruf, pengejaan, atau hitungan matematika, kemampuan membaca yang lambat, kurang tepat dalam membaca dan membutuhkan usaha yang sangat keras untuk membaca, serta berjuang keras untuk memahami angka-angka yang diucapkan atau mengerjakan soal cerita. Anak-anak yang duduk di kelas 1-3 mungkin akan terus mendapatkan masalah untuk mengenali dan memanipulasi fonem, kesulitan untuk membaca suku kata yang umum diucapkan. Selain itu, mereka mungkin juga mengalami kesalahan dalam membaca karena gagal dalam mengucapkan beberapa huruf dengan tepat. Bahkan anak-anak yang duduk di kelas 1-3 juga mungkin mengalami kesulitan dalam mengingat angka-angka atau prosedur aritmatika seperti penjumlahan, pengurangan, dan mengeluhkan bahwa matematika dan membaca adalah pelajaran yang sangat sulit serta cenderung menghindarinya.
Anak-anak dengan gangguan belajar pada tingkat menengah (kelas 4-6 SD) mungkin mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata atau melewatkan kata-kata yang panjang atau kata-kata dengan suku kata yang panjang (‘melekan’ untuk kata ‘melewatkan’) dan mengalami kebingungan untuk kata-kata yang memiliki bunyi yang hampir sama (misalnya : tas dan vas, macan dan makan). Mereka mungkin memiliki masalah untuk mengingat tanggal, nama, nomer telephone, atau mungkin sering kali terlambat dalam mengerjakan tugas-tugas di sekolah. Anak-anak pada tingkat ini juga memiliki kelemahan dalam memahami kalimat secara utuh, berusaha sangat keras, namun kurang tepat dalam membaca. Mereka sangat lemah dalam mengeja kata dan menulis. Mereka mungkin menemukan huruf pertama dari sebuah kata, lalu dengan acak menebak kata apa yang ia baca (misalnya ‘mumu’ dibaca ‘mulut’, ‘botak’ dibaca ‘botol’), mereka juga mengalami ketakutan untuk membaca dengan suara keras atau mungkin menghindari jika diminta membaca dengan suara keras.
Memperhatikan dengan seksama proses belajar anak akan membuat orangtua memahami setiap kesulitan belajar yang dihadapi anak, sehingga kesulitan belajar anak dapat segera diatasi sejak dini untuk dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka. Pusat Tumbuh Kembang ABDI dengan senang hati akan siap membantu masalah orangtua dan anak, khususnya terkait dengan kesulitan konsentrasi, gangguan belajar dan optimalisasi potensi akademik anak.


Referensi : American Psychiatric Association. 2013. DSM V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fifth Edition). Washington DC : American Psychiatric Publishing.